PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
EFEK PEMBERIAN INFUSA CABE MERAH CAPSICUM ANNUM L. PER ORAL TERHADAP KADAR GLUKOSA DAN MDA SERUM TIKUS RATTUS NORVEGICUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN
BIDANG KEGIATAN:
PKMP
Diusulkan oleh:
Dhia Ulhaq NIM. 07120125 Angkatan 2007
M. Iqbal NIM. 0810312103 Angkatan 2008
M. Helri Arif NIM. 0910312042 Angkatan 2009
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010
A. Judul
Efek pemberian infusa cabe merah Capsicum annum L. Per Oral terhadap kadar glukosa dan MDA serum tikus Rattus norvegicus yang diinduksi aloksan
B. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik, progresif yang prevalensinya meningkat pesat, dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak, baik di negara maju maupun negara berkembang (Syahril S, 2007).).Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat sedangkan dari data Depkes jumlah pasien diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menepati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin (Depkes, 2005).
Diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi antara lain penyakit vaskular sistemik (percepatan aterosklerosis) penyakit jantung, penyakit mirovaskular pada mata sehingga menyebabkan kebutaan dan degenerasi retina (retinopati diabetik), katarak, kerusakan ginjal, serta kerusakan saraf tepi (neuropati diabetik) (Bambang S dan Eko S, 2005).
Luasnya komplikasi diabetes tampaknya berkolerasi dengan tingginya konsentrasi gula darah (hiperglikemia). Hiperglikemia dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas melalui beberapa mekanisme, dengan arti kata terjadinya peningkatan “stress oxidative“. Peningkatan stres oksidatif pada penderita DM menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan anti oksidan dalam tubuh (endogen) dan peningkatan produksi MDA di dalam membran eritrosit. Dimana MDA merupakan petanda peroksida lipid. DM juga meningkatkan kolesterol darah yang menyebabkan aterosklerosis (Halliwel, B., Gutteeidge, 1999 cit. Endrinaldi et al, 2007).
Untuk meredam kerusakan oksidatif diperlukan antioksidan (Bambang S dan Eko S, 2005). Dengan peningkatan suplai anti oksidan yang cukup diharapkan akan membantu pencegahan komplikasi diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan oleh Endrinaldi dkk, membuktikan bahwa pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan kadar MDA Kelinci diabetes (Endrinaldi et al, 2007).
Konsumsi cabe di Indonesia cukup tinggi, menurut penelitian Moechlyar Darwis kosumsi cabe rata-rata 3 gram cabe kering per orang per hari atau 15 gram cabe segar per orang per hari (Tempo Online, 2010). Dr. Kiran Ahuja dari University of Tasmania Australia menemukan bahwa cabe dapat menurunkan kadar gula darah, LDL, dan mengandung antioksidan yang disebut capsaicin (Sue Cartledge, 2009). Selain itu Cabe merah juga mengandung vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan varietas cabe lainnya yaitu 181mg/100g cabe (Husna Amin, 2007)
Berdasarkan fakta di atas, maka perlu dilakukan penelitian bagaimanakah efek pemberian infusa cabe merah Capsicum annum L. per oral terhadap kadar glukosa dan MDA serum penyakit diabetes melitus.
C. Rumusan Masalah
Apakah pemberian infusa cabe merah dapat menurunkan kadar glukosa dan MDA serum pada tikus Rattus norvegicus yang diinduksi aloksan?
D. Tujuan Program
Membuktikan cabe merah dapat menurunkan kadar glukosa dan MDA serum tikus Rattus norvegicus diabetes melitus induksi aloksan.
E. Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini adalah berupa artikel yang dapat menjadi dasar informasi bagi penelitian dan pengembangan berikutnya.
F. Manfaat Program
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam alternatif pencegahan komplikasi pada pasien diabetes melitus yang murah, mudah dan aman.
G. Tinjauan Pustaka
1. Cabe Merah
a. Nama dan Klasifikasi
Cabe merah mempunyai nama latin Capsicum annum L. dan nama daerah campli (Aceh), lasina (Batak Karo), lado (minangkabau), lombok (Jawa Tengah), sahang (Banjar), rica (Manado), dan maricang (Halmahera). Klasifikasi cabe merah (Plantamor, 2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : spermatophyta
Kelas : dicotiledonae
Ordo : solanales
Famili : solanaceae
Genus : capsicum
Spesies : Capsicum annum L.
Gambar 1. Tanaman cabe merah (Ipteknet, 2010)
b. Deskripsi tanaman
Cabai berasal dari Amerika tropis, tersebar mulai dari Meksiko sampai bagian utara Amerika Selatan. Di Indonesia, umumnya cabal dibudidayakan di daerah pantai sampai pegunungan, hanya kadang-kadang menjadi liar. Perdu tegak, tinggi 1-2,5 m, setahun atau menahun. Batang berkayu, berbuku-buku, penampang persegi, bercabang, batang muda berambut halus, berwarna hijau. Daun tunggal. bulat telur sampai elips, pangkal dan ujung meruncing, tepi rata, panjang 5-10 cm, lebar 2-5 cm. pertulangan menyirip, tangkai 2,5-4 cm, dan berwarna hijau. Bunga tunggal, bentuk bintang, di ketiak daun, berwarna putih, kelopak bentuk bintang, berbagi enam, panjang ± 1 cm, bagian pangkal berlekatan, hijau, benang sari enam, tangkai sari 2 mm, putih, kepala sari bentuk sendok, panjang 9 mm, berwarrna ungu, putik panjang ± 5 mm, putih kekuningan, mahkota bentuk lingkaran, berbagi lima, dan berwarna putih. Buah berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, menggantung, permukaan licin mengkilat, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna merah setelah tua. Biji Pipih, diameter ± 4 mm, masih muda kuning setelah tua coklat. Akar Tunggang, bulat, bercabang, putih (Ipteknet, 2010).
c. Kandungan Buah Cabe
Setiap 100 mg cabe merah mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C dengan kompsisi sebagai berikut (Husna Amin, 2007):
Kalori (kal) | 31 |
Protein (g) | 1 |
Lemak (g) | 0,3 |
Karbohidrat (g) | 7,3 |
Kalsium (mg) | 29 |
Fosfor (mg) | 24 |
Vitamin A (SI) | 470 |
Vitamin E (mg) | 181 |
Selain itu, cabe merah juga mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein dan mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin (Ipteknet, 2010).
d. Jenis Cabe Merah
Permintaan akan cabe semakin meningkat, selain untuk konsumsi rumah tangga juga untuk industri-industri pengolahan. Salah satu jenis cabai merah yang banyak digemari, terutama pasar domestik yaitu cabai merah keriting. Karena jenis cabai ini lebih tahan lama dan rasanya lebih pedas. Saat ini pengusahaannya telah dilakukan secara intensif (Rozfaulina, 2000).
e. Sediaan Infusa
Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif semula berada didalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bermanfaat baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas (Anonim, 1986).
Infusa adalah sediaan cair yang diperoleh dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit. Pembuatan dengan cara mencampur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 o C sambil sekali-sekali diaduk. Infusa diserkai selagi panas melalui kain flannel, kemudian ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Kecuali dinyatakan lain infusa yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10 % simplisia (Anonim, 1979).
2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (istilah mellitus dalam bahasa latin diartikan “madu manis”, merujuk pada rasa urin penderita diabetes) ialah sindrom kronik yang ditandai oleh peningkatan gula darah (hiperglikemia) dan sekresi glukosa dalam urin akibat kekurangan produksi insulin, resitensi insulin, atau keduanya ( Bambang S dan Eko S,2005; dharma L, 2007; Sedyo W, 2009).
a. Kekurangan Produksi Insulin
Kurangnya produksi insulin disebabkan oleh kerusakan sel beta Langerhans pada pulau-pulau pankreas. Penyebab terbanyak dari kerusakan sel beta pankreas adalah proses autoimun yang dipicu oleh infeksi. Defisiensi insulin ini menyebabkan glukosa tidak bisa ditransfer ke dalam sel sehingga terjadi hiperglikemia yang merupakan ciri utama diabetes melitus tipe 1.
b. Resistensi Insulin
Resistensi insulin merupakan penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif di jaringan sasaran sebagai akibat faktor genetik dan lingkungan (Asman M, 2007).
Resistensi insulin menyebabkan gangguan pengggunaan glukosa oleh jaringan dan meningkatkan produksinya di hati, sehingga menimbulkan hiperglikemia. Penurunan penggunaan glukosa di perifer menyebabkan hiperglikemia post-prandial, sedangkan peningkatan produksi glukosa di hati menyebabkan hiperglikemia waktu puasa. Resistensi insulin di jaringan lemak mengurangi efek insulin dalam menekan lipolisis (Asman M, 2007).
Mekanisme molekuler resistensi insulin dapat terjadi akibat berkurangnya reseptor insulin dan aktivitas tyrosin kinasenya, akan tetapi defek post-reseptor diyakini lebih sering dan berperan penting dalam terjadinga resistensi insulin. Polimorfisme dalam IRS-1 dapat menimbulkan intoleransi glukosa. Polimorfisme pada berbagai molekul post-reseptor secara gabungan dapat menyebabkan resistensi insulin. Defek pada penyandian P1-3 kinase mengurangi translokasi GLUT-4 ke membran sel sehingga mengakibatkan penurunan ambilan glukosa oleh sel. Di samping itu sintesis protein, glikogen, dan lemak menjadi terganggu. Yang menarik dalam hal ini , jalur penyandian mitogen activated protein (MAP) kinase tidak mengalami defek, sehingga hiperinsulinemia (akibat resistensi insulin) dapat meningkatkan efek insulin melalui jalur ini yang dapat meningkatkan komplikasi kardiovaskuler. Gambaran tersebut terlihat pada resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2). (Asman M, 2007).
Resistensi insulin merupakan penyebab utama terjadinya diabetes melitus tipe 2 yang yang sering kali diawali dengan adanya faktor kegemukan. Pada obesitas dapat terjadi peningkatan pelepasan TNF-α menurunkan aktivitas tirosin kinase yang diperlukan untuk menghasilkan signal yang menyebabkan penempelan insulin pada membran sel. Gangguan signal ini mengganggu penempelan insulin sehingga akhirnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, maka terjadilah hiperglikemia. Kondisi ini kemudian disebut sebagai DM tipe 2 yang bersifat resisten insulin (Asman M, 2007).
3. Diabetes Melitus dan Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah arteriosklerosis ditambah dengan adanya ateroma (plak kekuningan) yang mengandung lipid dan kolesterol pada dinding arteri. Arteriosklerosis adalah pengerasan pada dinding arteri dan penyempitan lumen arteri (A. Sari, 2008). Aterosklerosis sering menjadi komplikasi dari penyakit diabetes melitus dan sangat berperan untuk terjadinya penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada DM (Mustafa Zainal et al, 2001).
Penyebab aterosklerosis pada pasien DM bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan, seperti hiperglikemia, dislipidemia, hiperinsulinemia,stres oksidatif, penuaan dini proses koagulasi dan fibrinolisis seperti yang terlihat pada gambar 1 (Syahril S, 2007).
4. Disfungsi Sel Endotel pada Aterosklerosis
Secara klinis terdapat bukti hubungan antara tingginya kadar glukosa darah dan kerusakan jaringan tubuh. Proses kerusakan yang timbul akibat adverse effect hiperglikemia kronis baik pada insulin target tissue maupun sel beta pancreas disebut dengan glucotoxicity. Proses pengrusakan akibat glucotoxicity melalui berbagai mekanisme (Asman M,2007).
Glucotoxicity hypothesis menempatkan hiperglikemia sebagai titik sentral yang merangsang peran kunci dalam timbulnya kerusakan. Jaringan tubuh penderita diabetes, bahkan pradiabetes pun akan mengalami kerusakan bila terpapar suasana hiperglikemia berkesinambungan dan kronis (haffner SM dan Yki-Jafrinen H,1998 cit. Asman M 2007).
Kerusakan pembuluh darah merupakan target penting glucotoxicity terutama endotel micro maupun makrovaskuler. Dampaknya glucotoxicity akan merusak berbagai jaringan tubuh termasuk sel beta pankreas secara fungsi dan struktur (V poitout, 2002; Kim WH et al, 2005 cit. Asman M, 2007). Yang terakhir ini akan berakibat meningkatkan lagi kadar glukosa plasma. Pada jaringan terjadi proses desensititasi terhadap insulin. Peningkatan kadar glukosa plasma dan kerusakan jaringan, suatu proses bolak-balik yang bergulir terus memacu progress penyakit (Asman M, 2007).
Jalur utama kerusakan jaringan pada diabetes (terjadi di dalam sel) adalah peningkatan polyol pathway, peningkatan AGEs, aktivasi PKC (via DAG), peningkatan hexosamine pathway flux.
5. Radikal Bebas
Radikal Bebas (free radical) didefinisikan sebagai suatu atom atom atau molekul yang mempunyai satu elektron atau lebih yang tanpa pasangan (Haliwell B dan Gutteridge JMC, 1985, cit. muhilal, 1991). Radikal bebas dianggap berbahaya karena menjadi sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya, dapat pula terbentuk radikal bebas baru dari atom atau molekul yang elektronnya terambil untuk berpasangan dengan radikal bebas sebelumnya.Dalam gerakannya yang tidak beraturan, karena sangat reaktif, radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 2001).
Contoh radikal bebas: superoksida (O2◦), hidrogen peroksida(H2O2), radikal hidroksil (OH◦), dan oksigen tunggal (NM soetedjo,2009).
Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu produk final dari lipid peroksidasi, senyawa ini terbentuk akibat degradasi dari radikal bebas hidroksil (OH◦) terhadap asam lemak tak jenuh, yang selanjutnya di transformasi menjadi radikal yang sangat reaktif. Kemampuan radikal hidroksil membentuk reaksi rantai dengan abstraksi 1 atom hidrogen dari membran sel terbentuklah lipid peroksida. Kelanjutan dari reaksi ini terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa MDA, 9-hidroksi nonenal, etana dan pentana. Semua aldehid ini mempunyai daya perusak yang tinggi terhadap sel tubuh. Kadar MDA akan meningkat sesuai dengan fungsi intensitas oksidatif, sehingga MDA akan berkurang bila sistem pertahanan baik (Askandar T,1999).
6. Antioksidan
Dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron, tetap secara biologis, pengertian antioksidan lebih luas lagi. Pengertian antioksidan dalam arti biologis adalah semua senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk dalam penghambatan dan penghentian kerusakan oksidatif terhadap kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target (simanjuntak D dan Sudaryati E, 1998 cit, Bambang S dan Eko S, 2005).
Definisi antioksidan menurut Panel on dietary Antioxidant and Related compounds of The Food and Nutrition Board adalah bahan makanan yang secara bermakna mampu mengurangi dampak buruk senyawa oksigen reaktif, senyawa nitrogen reaktif atau keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada manusia. Penderita diabetes memerlukan asupan antioksidan dalam jumlah besar karena peningkatan radikal bebas akibat hiperglikemia (Baynes JW dan Thorpe SR, 1999 cit. Bambang S dan Eko S, 2005).
a. Vitamin C
Peran asam askorbat dalam perjalanan diabetes adalah sebagai inhibitor enzim aldose reduktase (Cunningham, 1998 cit. Bambang S dan Eko S, 2005) sehingga penggunaan ekuivalen pereduksi berkurang. Kesedian ekuivalen pereduksi berguna untuk konversi glutathione teroksidasi (GSSG) menjadi glutathione tereduksi (GSH). Hal tersebut selanjutnya dapat mencegah penumpukan sorbitol pada jaringan.
Manfaat lain penggunaan antioksidan adalah minimalisasi pembentukan AGEs. Kondisi itu analog dengan penggunaan vitamin C dalam meminimalisasi proses browning pada makanan. Mekanisme minimalisasi pembentukan AGEs tidak terlepas dari peran vitamin C pada jalur polyol sorbitol (aldose reduktase). Pengurangan pembentukan sorbitol di jaringanakan menekan fruktosa sehingga proses glikasi enzimatik juga ditekan.
Pada pembuluh darah, asam askorbat akan bekerja secara ekstraselular dibawah 1 jam setelah infus, selebihnya akan memasuki sel endotel dan bekerja intraseluler. Secara ekstraseluler, antioksidan ini akan bekerja meredam radikal superoksida yang dihasilkan pada proses autooksidasi glukosa dan sintesis nitrit oksida. Apabila radikal superoksida berlebih, maka akan terjadi reaksi dengan nitritoksida menghasilkan radikal peroksinitrit yang bersifat sitotoksik. Penghambatan pemnetukan radikal peroksinitrit akan menjaga fungsi vasodilatasi pembuluh darah yang diperankan oleh nitrit oksida. Didalam sel endotel, asam askorbat memmpengaruhi enzim nitrit oksida sintase sehingga radikal superoksida sebagai produk sampingpembentukan nitrit oksida dapat ditekan.
Mekanisme lain adalah kemampuan asam askorbat bentuk tereduksi maupun teroksidasi dalam menghambat masuknya gloukosa melalui GLUT transporter ke dalam sel sehingga mampu mengurangi gangguan vasodilatasi tergantung sel endotel. Menurut rekomendasi RDA dosis yang diperlukan pada penyakit kronik adalah 120 mg/hari (Bambang S dan Eko S, 2005).
b. Capsaisin
Kapsaisin (8-metil-N-vanilil-6-nonenamida) termasuk di dalam Kapsaisinoid, yaitu zat pedas yang ada dalam tumbuh-tumbuhan, seperti cabe (Wikipedia, 2010).
Kapsaisin adalah zat nonpolar, tidak bisa dicampur air, persis seperti minyak. Jadi jika terasa pedas tidak akan sembuh dengan meminum air karena kapsaisin tidak larut, bahkan dengan air kapsaisin bisa merata di dalam rongga mulut. Cara terbaik menghilangkan pedas adalah dengan lemak atau minyak. Kedua zat itu melarutkan kapsaisin sehingga mudah lenyap dari dalam mulut. Kapsaisin juga memiliki efek antikoagulan (Wikipedia, 2010).
7. Aloksan
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Efek diabetogeniknya bersifat antagonis dengan glutathion yang bereaksi dengan gugus SH-nya (Suharmiati, 2003).
Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan yang selektif belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis tentang mekanisme aksi yang telah diajukan antara lain: pembentukan khelat terhadap Zn, interferensi dengan enzim-enzim sel serta deaminasi dan dekarboksilasi asam amino. Perusakan sel pankreas secara selektif oleh aloksan belum banyak diketahui. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokhondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003).
H. Metode Pelaksanaan
1.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Bagian Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Andalas sebagi tempat pemeliharaan.
3. Sampel penelitian
Populasi yang menjadi target penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Sampel penelitian yang diguanakan adalah tikus putih strain wistar, berbadan sehat, jenis kelamin jantan, berat badan 120-200 gram, dan usia 3-4 bulan (dewasa).
a. Cara Pemilihan Sampel
Sampel dipilih dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling (Sastroasmoro, 1995). Kemudian ditempatkan dalam 3 kelompok percobaan, yaitu:
1. Kelompok kontrol negatif
2. Kelompok kontrol positif
3. Kelompok K1 dengan perlakuan
b. Estimasi Jumlah Sampel
Besar sampel ditentukan dari rumus Farenke dan Wallen.
( np – 1 ) – ( p- 1 ) ≥ p²
Dimana : p = jumlah kelompok hewan coba
n = jumlah hewan coba tiap kelompok
( np -1 ) – ( p – 1) ≥ p²
( n.3 – 1 ) – ( 3 – 1 ) ≥ 3²
( 3n – 1 ) – 2 ≥ 9
3n ≥ 12
n ≥ 4
Jadi, dalam penelitian ini akan digunakan 5 ekor tikus untuk setiap kelompok perlakuannya. Untuk mungurangi lose of sample di tengah-tengah penelitian karena tikus mati, maka jumlah sampel ditambah menjadi 6 ekor tikus untuk setiap kelompoknya.
4. Dosis Infusa Cabe Merah
Konsumsi cabe merah segar rata-rata per hari 15 gram. Dikonversi ke tikus dengan cara sebagai berikut:
Dosis absolut manusia: 15 gram
Faktor konversi manusia-tikus 0,018
Dosis tikus = Dosis absolut manusia x faktor konversi
= 15 gram x 0,018
= 0,27 gr/ 200 grBB tikus
= 0,27 gr/0,2 KgBB
= 1,350 gr/ KgBB, dibulatkan menjadi 1,4 gr/ KgBB
5. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian infusa cabe merah per oral pada tikus.
b. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar glukosadan MDA serum tikus.
6. Definisi Operasional
a. Infusa Cabe Merah
Infusa cabe merah adalah cairan hasil ekstraksi dari cabe merah keriting dengan cara seperti yang dijelaskan di prosedur.
b. MDA
MDA (Malondialdehid) adalah salah satu senyawa yang dihasilkan oleh pemecahan lipid peroksida.
c. Aloksan
Aloksan (2,4,5,6 Tetra oksipirimidin 5,6 dioksiurasil) merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Dosis aloksan yang digunakan untuk menginduksi diabetes tergantung kepada spesies percobaan. Penelitian ini menggunakan aloksan dengan dosis 150 mg/kg berat badan secara intraperitoneal.
7. Bahan dan Alat Penelitian
a. Bahan dan Alat untuk Pemeliharaan Tikus Putih
Bahan dan alat yang diperlukan adalah kandang pemeliharaan hewan coba, tutup kandang dari anyaman kawat, sekam, botol minum, alat semprot, tempat makan, pakan comfeed (makanan standar tikus), dan alkohol 70% untuk memandikan tikus yang disemprotkan tiap hari.
b. Bahan dan Alat induksi aloksan
Bahan dan alat yang digunakan adalah aloksan dan spuit.
c. Alat untuk pengukuran kadar gula darah
Alat yang digunakan adalah gluko-DR
d. Bahan dan alat untuk pembuatan infusa cabe merah
Bahan dan alat cabe merah keriting segar, blender, panci penangas, kompor, kain flannel, wadah, dan spuit oral.
e. Alat untuk pemeriksaan kadar MDA serum
Bahan dan alat yang digunakan adalah spektrofotometer, sentrifus, water bath, tabung reaksi, spuit, pipet, Na-Thio, dan HCl.
8. Prosedur Peneltian dan Pengumpulan Data
1. Persiapan hewan percobaan
Sebelum perlakuan, tikus diaklimatisasi dalam kondisi laboratorium selama satu minggu dengan diberi makan yang cukup. Pada hari terakhir, diukur kadar glukosa darah puasa dan kadar MDA. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan glucose meter (gluco-DR) dan pengukuran MDA dengan menggunakan metode Placer, Cusman, dan Johnson dengan uji Thio Barbiturat Acid (TBA) dan pembacaannya dengan menggunakan Spektrofotometer “Spectronic 21” pada panjang gelombang 532 nm. Tikus dengan kadar glukosa normal (90-110 mg/dl) di bagi menjadi acak menjadi 3 kelompok. Seperti terlihat pada skema 1.
2. Pemberian Aloksan
Aloksan diberikan dengan dosis 150 mg/ KgBB (Sumiharti, 2003) secara intrapritoneal pada kelompok perlakuan dan kontrol positif selama 14 hari.
3. Pembuatan Sediaan Infusa Cabe Merah
Cabe merah disortir dan dibuang tangkainya kemudian dicincang dan di-blender.oC selama 15 menit. Larutan cabe kemudian disaring dengan kain flanel dan dan diperas. Infusa cabe merah siap diberikan. Selanjutnya dicampur dengan air dengan perbandingan air dan cabe 1:10. Larutan cabe dimasukkan ke dalam panci penangas dan dipanaskan pada suhu 90
4. Pemberian Infusa
Infusa diberikan secara oral dengan dosis 1,4 gr/ KgBB dengan menggunakan spuit oral pada kelompok perlakuan selama 14 hari.
5. Pengukuran Kadar Glukosa dan MDA
MDA gula darah puasa kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diukur kembali pada hari terakhir.
9. Pengolahan Data
Hasil penelitian diolah secara statistik, kemudian dilakukan dengan pengujian ANOVA dengan derajat kepercayaan 95%.
I. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan program terdapat pada lampiran 1
J. Rancangan Biaya
Rancangan biaya program terdapat pada lampiran 2
K. Daftar Pustaka
Daftar Pustaka terdapat pada lampiran 3
L. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Program
Nama dan Biodata Ketua dan Anggota Program terdapat pada lampiran 4
M. Nama dan Biodata dosen pembimbing
Nama dan Biodata Dosen Pembimbing Program terdapat pada lampiran 5
1 komentar:
Allah belum mengizinkan proposal ini untuk lulus
tapi tetap semangat utk terus mencoba
ttebayo!
Posting Komentar